• Tim Komunitas Internet Sahabat Anak

    Gambar ini diambil selepas rapat perdana Komunitas Internet Sahabat Anak yang diselenggarakan di Ruang Smart Space, Perpustakaan Kota Depok

  • Komunitas Internet Sahabat Anak Gelar Workshop Parental Control

    Ketua Relawan TIK Nasional, Indriyatno Banyumurti saat mengisi Workshop “Parental Control dan Tips Memblokir Konten Negatif” yang diadakan Komunitas Internet Sahabat Anak (KISA), Sabtu (19/3/2016)

  • Kampanyekan Internet Sehat, KISA Hadir di SMP 1 Depok

    Manager Event KISA, Tania Caesari Takalissa, saat mensosialisasikan tentang pemanfaatan internet sehat kepada pelajar di SMPN 1 Depok, Senin (14/3/2016)

Minggu, 31 Januari 2016

Kiat lindungi anak dari jebakan dunia maya


Depok News — Internet dan gadget menjadi pisau bermata dua, yang mengandung nilai kebaikan sekaligus keburukan bagi penggunanya termasuk anak-anak. Orangtua patut melindungi anak dari jebakan dunia maya.
Gadget mengurangi komunikasi antara orangtua dengan anak, kini menjadi problem banyak keluarga. Tentu, hal ini menjadi keprihatinan bersama, seperti kenyataan yang didapatkan Ketua Forum Keluarga Harmonis (FKH) Elly Farida.
“Pernah ada ibu yang menangis ke saya ketika bercerita anaknya kecanduan games. Anaknya menjadi mudah berbohong, mencuri, dan bolos sekolah. Ada juga teman saya yang melihat tingkat anaknya semakin aneh. Ternyata, dia sering bolos dan kabur ke warnet dan ketika didatangi, anak-anak sekolah banyak yang kumpul di sana.Banyak juga warnet yang hanya memikirkan untung. Ini musibah,” katanya pada bedah buku Terjebak di Dunia Maya di Gramedia Depok, Minggu (24/1/2016).
Istri Walikota Depok terpilih Idris Abdul Shomad ini menambahkan, Depok tengah memperjuangkan regulasi yang akan mengatur operasionalisasi warnet agar lebih “bertaring” dalam penegakannya. Beberapa RW di Depok pun telah berpredikat ramah anak, salah satunya karena melaksanakan program jam belajar 18-21. Seperti telah diterapkan di Kelurahan Grogol Kecamatan Limo, dimana dimulai pada pukul 18.00 WIB setiap hari kerja, para ibu akan menertibkan televisi yang masih menyala. Hasilnya, anak-anak dan orangtuanya semakin merasakan kehangatan keluarga, prestasi belajar juga meningkat.
“Harus ada kesepakatan suami dan istri, biasanya istri yang lebih concern. Bukan melarang, tapi jelaskan kenapa istri mempunyai program jam belajar sehingga bisa didukung seluruh anggota keluarga. Ini terobosan supaya kita enggak parno banget dengan internet dangadget,” imbuh perempuan yang akrab disapa Bunda Elly ini.
Dia menjelaskan pola pendidikan terbaik untuk melindungi anak dari jebakan dunia maya. Pertama, dengan nasehat, bukan ceramah dan banyak kata-kata. Orangtua membuka ajang dialog dengan buah hati. Kedua, berikan arahan saat anak menggunakan gadget sebab banyak hal di luar sana yang mungkin tidak bersahabat untuk anak. Dengan arahan, anak akan memahami hal baik dan buruk untuknya. Munculkan pula nilai-nilai keislaman sebagai pengetahuan moral anak.
Ketiga, hukuman dan penghargaan yang seimbang. Dan, keempat, dengan contoh atau teladan. Tidak patut jika anak dimasukkan pesantren, tapi orangtua tidak mau belajar atau anak disuruh salat, tetapi orangtua tetap menonton saat adzan berkumandang.
“Pendidikan dalam keluarga diberikan secara tim. Saat anak sudah kecanduan berat games, orangtua harus melakukan sesuatu, jika perlu ke psikolog untuk terapi karena games di baliknya ditengarai banyak konten pornografi. PFC atau Pre Frontal Cortex dalam otak, tempat membuat nilai moral, akan rusak karenanya,” paparnya.
Sementara itu, penulis buku Terjebak di Dunia Maya, Rita Norlita Setia, mengatakan bahwa karyanya diharapkan mampu menjadi panduan anak dan orangtua dalam berselancar di dunia maya. Memang, diakuinya, perubahan perilaku anak terhadap gadget tidak bisa terjadi cepat jika kebiasaan terpapar internet telah lama didapatkan anak.
Banyak hal bisa dilakukan orangtua dengan pemahaman berkelanjutan mengenai internet dengan pemanfaatannya secara bijak. Ketika orangtua membatasi pemanfataannya, misalnya, maka sediakan pilihan untuk anak menghabiskan waktu luang seperti buku-buku bacaan. Hal ini, menurutnya, tidak lepas dari perbedaan generasi antara anak-anak sekarang dengan orangtuanya.
“Saat orangtua membatasi gadget, beri pemahaman dampak negatifnya. Kita juga berikan kesepakatan soal berapa lama dia boleh menonton televisi atau berselancar di dunia maya. Selanjutnya, harus ada sinergi antara orangtua, pemerintah kota, sekolah, dan komunitas,” tuturnya.
Buku Terjebak di Dunia Maya; Cara Sehat Menggunakan Internet untuk Anak-Anak lahir dari keprihatinan Rita terhadap fenomena penggunaan internet di kalangan anak-anak yang kian bebas. Banyak orangtua mengeluhkan ketidakberdayaan saat anak mereka diterpa serangan dunia maya maupun tayangan televisi.
Buku ini tidak bersifat menggurui bagi anak-anak di atas usia 3 tahun sebagai sasarannya. Dengan genre fakta dan fiksi, anak justru diajak berpetualang bersama empat tokoh di dalamnya. Alfath, Sekar, Bintang, dan Rama lompat dari satu cerita ke cerita lain dengan latar dan pesan penulisan yang berbeda. Pada akhirnya, tiga tokoh akan menyadari bahwa Rama, yang terkesan baik, ternyata sebaliknya. Sosok Rama inilah yang menjadi representasi internet.
Tujuan pegawai Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Kota Depok tersebut menuliskan buku ini agar anak mampu memilih konten yang baik untuknya. Nyatanya, orangtua tidak lagi dapat meminta anak menjauhi internet karena tuntutan zamannya kini berbeda. Selanjutnya, buku ini membantu orangtua untuk memberi pendampingan dan edukasi terbaik bagi anak. (fyu)
Courtesy: Depoknews.id