Rabu, 02 Maret 2016

Menatap Perkembangan Teknologi Informasi untuk Anak

Bicara internet sudah bukan barang baru di telinga kita. Zaman yang semakin maju memunculkan berbagai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Salah satu contoh yang paling nyata adalah perkembangan teknologi informasi. Ketika menulis ini, saya sempat bertanya dalam hati, apakah anak-anak sekarang mengenal istilah telegram. Saya cukup sangsi untuk mengatakan ya. Padahal, jika kita menengok materi pelajaran Bahasa Indonesia dulu, telegram menjadi salah satu materi yang selalu ada dalam pelajaran tersebut. Bahkan bagi para orang tua, mungkin sebagian pernah mempraktekkan langsung ‘sensasi’ menulis telegram. Akan tetapi, jika kita menggunakan istilah ‘pesan singkat’, pasti yang terlintas di pikiran anak-anak adalah SMS (Short Message Service) atau chatting. Hal ini menunjukkan perbedaan cara berkomunikasi (jarak jauh) antara dulu dengan sekarang, tentunya karena perkembangan teknologi informasi yang kian maju. Selain itu, berdasarkan kasus materi tentang telegram, ini membuktikan bahwa perkembangan teknologi informasi juga memengaruhi pembelajaran yang akan diterima anak-anak dalam ruang lingkup pendidikan.

Perkembangan teknologi, dalam hal ini teknologi informasi memang tidak bisa ditolak. Bagaimanapun, berkembangnya teknologi akan memberikan dampak, bukan hanya positif tetapi juga nagatif. Semuanya tentu tergantung bagaimana kita memanfaatkan perkembangan teknologi tersebut. Kembali ke internet, ini juga menjadi salah satu hasil dari perkembangan teknologi. Zaman modern seperti sekarang ini, apapun bisa dilakukan melalui internet, seperti belanja, pesan makanan, bahkan naik ojek pun bisa dilakukan melalui internet. Selanjutnya, melalui internet, sesuatu yang terjadi di negara lain, detik itu juga kita bisa mengetahuinya. Kemudian untuk berkabar dengan orang lain, hanya dengan telepon atau handphone kita bisa langsung saling berkomunikasi seperti tanpa ada jarak, apalagi adanya smartphone yang dilengkapi dengan berbagai fasilitas. Singkatnya, kehadiran internet secara tidak langsung ‘berhasil’ mempermudah aktivitas manusia. Akan tetapi, apakah dari semua kemudahan yang dihadirkan teknologi informasi (internet) tidak memberikan dampak buruk, terutama bagi anak-anak yang notabene masih sangat memerlukan bimbingan dan arahan dari orang tua. Hal ini yang perlu diperhatikan, terutama bagi para orang tua.

Internet untuk Anak, Perlukah?

Pertanyaan tersebut sebetulnya sangat mudah untuk dijawab. Anak perlu internet. Namun pertanyaan selanjutnya, seberapa perlu atau butuh seorang anak terhadap internet. Ini yang menjadi peran orang tua untuk perkembangan anak, terutama dalam berinternet. Terkait efek negatif yang akan ditimbulkan, kita sebagai orang tua tidak bisa begitu saja menjauhkan anak-anak kita dari internet. Justru sebaliknya, hendaknya memperkenalkan internet kepada anak sejak dini sangat perlu dilakukan. Bukan tidak mungkin, ketika kita melarang anak untuk berinternet justru membuat anak semakin penasaran dan mencarinya di luar. Hal ini akan menimbulkan risiko yang lebih besar.

Berbicara internet untuk anak, saya sendiri merasakan kasus yang cukup mengejutkan, dan mungkin ini juga dialami bagi sebagian orang lain. Kasus ini bermula ketika saya tiba-tiba mendapat pesan suara melalui aplikasi WhatsApp yang dikirim oleh keponakan saya, kemudian belakangan dia mulai mengirimkan pesan gambar melalui BBM, padahal usia keponakan saya baru 3 tahun. Saya sempat menanyakan kepada orang tuanya, bagaimana bisa dia melakukan itu. Orang tuanya mengatakan bahwa dia bisa karena sering melihat kakaknya sering menggunakan pesan suara. Bahkan orang tuanya mengatakan bahwa keponakan saya ini bisa dan tahu di mana tempat untuk membuka foto, lagu, atau video. Bagi saya, anak usia 3 tahun memainkan smartphone laiknya orang dewasa sangat mengejutkan. Saya takut, bagaimana jika sewaktu-waktu dia (keponakan) berselancar di dunia maya misalnya youtube, kemudian menemukan konten yang negatif, sedangkan orang tuanya belum memperkenalkan lebih jauh tentang baik dan buruknya internet.

Melalui kasus di atas, sedikitnya saya melihat bahwa internet dan anak bukan lagi sesuatu yang harus ditolak atau dijauhkan, tetapi tidak lantas membebaskan atau membiarkan anak begitu saja untuk berinternet. Sekali lagi peran orang tua menjadi sangat penting dan menjadi PR untuk memastikan bahwa anak-anak berinternet secara sehat dan aman.

Berinternet Secara Sehat

Terkait internet sehat, pegiat ICT Watch, Heru Tjatur, mengatakan bahwa internet sehat selain memiliki dampak positif, internet juga dapat memberi ancaman. Menurut Heru, seperti dilansir dari liputan6.com, mengungkapkan ada empat ancaman di internet, yaitu konten negatif, kecanduan, bullying, dan child predator. Lebih lanjut, Heru mengungkapkan bahwa dari keempat ancaman tersebut, bahaya internet yang agak sulit dihindari adalah konten negatif. Menurutnya, terkadang anak-anak mengakses konten negatif bukan karena mereka tertarik, melainkan terpapar secara tidak sengaja. Artinya, menurut Heru, anak-anak sebetulnya tidak mencari konten negatif, tetapi mungkin pada saat mereka melakukan pencarian, konten negatif itulah yang muncul.

Berdasarkan pemaparan yang disampaikan oleh Heru Tjatur, saya kembali mendapati satu kasus, yaitu tentang seorang ibu yang terkejut, takut, dan bingung ketika mengetahui anaknya yang belum genap 5 tahun telah membuka konten pornografi di youtube melalui handphone sambil memainkan Mr.P-nya.

Menanggapi kasus tersebut, saya coba menanyakan kepada salah seorang guru TK, Retno Widjiastuti. Berdasarkan hasil wawancara tersebut, Retno mengungkapkan bahwa perlu memberi jangka waktu kepada anak-anak untuk tidak memainkan internet atau alat komunikasi. Ia juga mengungkapkan bahwa perlu juga mengajak anak-anak untuk melakukan kegiatan yang banyak menguras tenaga dengan bermain di luar, seperti mulai mengajak anak untuk beribadah. Akan tetapi, jika tetap ingin memainkan handphone atau gadget, orang tua perlu mematikan akses internet terlebih dahulu.

“ketika anak bisa membuka youtube, maka pengawasan dari orang tua yang kurang. Mungkin ada orang lain yang kebetulan habis buka film jorok itu dan masih ada di riwayat pencarian,” ujar Retno.

Kalau sudah terlanjur terjadi, orang tua harus memberi peringatan bahwa itu bukan tontonan mereka. Dirinya mengungkapkan bahwa pihak sekolah (TK) sebelumnya sudah mengajarkan seks sejak dini. Mereka (anak-anak) dikenalkan dengan bentuk tubuh manusia melalui boneka yang hampir real dengan bentuknya (ada alat kelamin dan bagian-bagian intim lainnya). Selain itu, mereka diberi tahu bahwa ada bagian yang tidak boleh dipegang oleh lawan jenis atau orang yang tidak dikenal selain orang tua, seperti Mr. P, Mr. V, pantat, dan lainnya.

Tanggapan lain berasal dari Founder Komunitas Interenet Sahabat Anak (KISA), Rita Nurlita Setia. Menurutnya, pendampingan orang tua saat anak menggunakan gadget sangat perlu dilakukan, terutama mengajak berdiskusi saat anak tak sengaja membuka situs kekerasan atau pornografi.

“Terkadang kita tidak bisa setiap detik berada di samping anak-anak, karena itu anak-anak perlu diberikan literasi media. Sejak kecil, perkenalkan pada mereka mana konten aman, hati-hati, dan berbahaya,” kata Rita yang baru saja meluncurkan novel serial anak “Terjebak di Dunia Maya”.


(Fahrudin Mualim, pemerhati publik)

0 komentar:

Posting Komentar