• Tim Komunitas Internet Sahabat Anak

    Gambar ini diambil selepas rapat perdana Komunitas Internet Sahabat Anak yang diselenggarakan di Ruang Smart Space, Perpustakaan Kota Depok

  • Komunitas Internet Sahabat Anak Gelar Workshop Parental Control

    Ketua Relawan TIK Nasional, Indriyatno Banyumurti saat mengisi Workshop “Parental Control dan Tips Memblokir Konten Negatif” yang diadakan Komunitas Internet Sahabat Anak (KISA), Sabtu (19/3/2016)

  • Kampanyekan Internet Sehat, KISA Hadir di SMP 1 Depok

    Manager Event KISA, Tania Caesari Takalissa, saat mensosialisasikan tentang pemanfaatan internet sehat kepada pelajar di SMPN 1 Depok, Senin (14/3/2016)

Kamis, 24 Maret 2016

ASI Ekslusif vs Akses Pornografi

Baru-baru ini masyarakat Indonesia dihebohan dengan pernyataan Menteri Kesehatan, Nila F. Moeloek yang mengatakan bahwa pemberian ASI (air susu ibu) eksklusif pada anak berkaitan dengan perkembangan mentalnya. Lebih lanjut, dalam pernyataannya, Menkes Nila F. Moeloek merasa prihatin melihat berbagai pemberitaan terkait remaja yang bertindak anarkis bahkan sudah mengakses pornografi. Hal tersebut menurutnya berkaitan dengan mental mereka (remaja) yang seharusnya bisa dibentuk dengan baik sejak kecil, salah satunya melalui pemberian ASI eksklusif.

Terlepas dari pernyataan Menkes Nila F. Moeloek, kekhawatiran maraknya akses pornografi cukup berasalan. Data yang dirilis sebuah situs porno terbesar di Amerika Serikat pada 2014 menunjukkan adanya peningkatan akses konten dewasa oleh pengguna internet asal Indonesia. Peringkat tersebut menempatkan Indonesia berada di urutan kedua setelah Turki sebagai penyumbang lonjakan trafik pengunjung situs porno terbesar di dunia.

Di sisi lain, berdasarkan data yang dirilis detikhealth.com mengungkapkan bahwa Indonesia memiliki catatan buruk tentang laktasi. Laporan World Breastfeeding Trends Initiative (WBTi) pada 2012 menempatkan Indonesia di peringkat 48 dari 51 negara yang mendukung pemberian ASI eksklusif. Saat itu, baru 27,5 persen ibu di Indonesia yang memberikan ASI eksklusif.

Apakah hanya sebuah kebetulan jika akses konten dewasa di Indonesia meningkat sementara skor laktasinya masih rendah, seperti yang dikatakan Menkes Nila F. Moeloek. Namun, terlepas dari itu semua, rasanya wajar jika Menkes Nila F. Moeloek merasa prihatin dengan yang terjadi pada remaja Indonesia. Terlebih, di dunia digital yang semakin canggih, di mana gadged bukan lagi barang mewah, semakin memudahkan remaja untuk mengunjungi konten-konten negatif seperti pornografi.

Menanggapi masalah tersebut, sebetulnya berbagai upaya terus dilakukan bukan hanya pemerintah, melainkan masyarakat sekitar. Salah satunya adalah yang dilakukan oleh Komunitas Internet Sahabat Anak (KISA) yang ada di Kota Depok. Saat ini, komunitas yang bergerak di bidang literasi media digital ini gencar mengampanyekan internet sehat. Adanya komunitas ini juga mendukung upaya Pemerintah Kota Depok yang memiliki program sebagai Smart City. Bahkan baru-baru ini, komunitas yang dimotori oleh Rita Nurlita Setia ini telah mengadakan workshop “Parental Control dan Tips Memblokir Konten Negatif” dengan mengundang pembicara dari Ketua Relawan TIK Nasional, Indriyatno Banyumurti, yang diadakan pada Sabtu (19/3/2016) lalu di Perpustakaan Kota Depok.


Penulis: Fahrudin Mualim

Minggu, 20 Maret 2016

Smart City dan Tantangan Bagi Depok

Ketua Relawan TIK Nasional, Indriyatno Banyumurti, saat mengisi Workshop Parental Control yang diadakan Komunitas Internet Sahabat Anak (KISA), Sabtu (19/3/2016). Pada kesempatan tersebut, dia juga membicarakan tentang Smart City.
Perkembangan teknologi memberikan kemudahan informasi untuk berbagai kalangan termasuk pemerintah. Melalui perkembangan teknologi, pemerintah bisa memanfaatkannya untuk menciptakan keamanan, ketertiban, serta kehidupan yang lebih baik. Inilah yang mendorong kota-kota, khususnya di Indonesia membuat program Smart City, salah satunya Kota Depok. Program Smart City memang menjadi salah satu program unggulan yang dicanangkan pemerintah Kota Depok.

Belum terpenuhinya seluruh kebutuhan informasi publik yang lebih cepat, tepat, dan akurat, serta untuk memudahkan dan meningkatkan jaringan komunikasi antar elemen, terutama pemerintah dengan masyarakat, membuat Pemkot Depok terus berupaya meningkatkan program Smart City, salah satunya dengan mengeluarkan Peraturan Daerah (Perda) No. 3 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Komunikasi dan Informatika. Adanya Perda ini, juga mendorong pemerintah untuk menciptakan Warnet Sehat, yang salah satu peraturannya membatasi jam buka Warnet, yaitu pukul 08.00 hingga 23.00.

Ditemui saat mengisi Workshop “Parental Control dan Tips Memblokir Konten Negatif” yang diadakan Komunitas Internet Sahabat Anak (KISA), Ketua Relawan TIK Nasional, Indriyatno Banyumurti mengungkapkan bahwa berbicara Smart City tidak hanya mengenai infrastruktur, tetapi juga terkait SDM dan kesiapan masyarakat mengenai teknologi digital. Salah satu yang harus dibangun adalah bagaimana kompetensi kapasitas dalam penggunaan internet bisa ter-upgrade. Banyumurti mengatakan, adanya pembatasan penggunaan internet, karena orang tidak mengetahui manfaat yang ada di internet, contohnya pada Usaha Kecil dan Menengah (UKM).

“Sekarang era marketing online, apakah ada upaya UKM konvensional dengan para marketing online untuk saling bekersama, itulah yang menjadi salah satu PR besar bagi Depok,” kata Banyumurti.

Lebih lanjut, menurut lelaki yang juga hobi kuliner ini, cita-cita Depok dalam program Smart City tidak akan berjalan optimal jika kapasitas building dari para masyarakat di berbagai sektor tidak dikembangkan juga. Artinya, tantangan Smart City tidak hanya masalah teknis, seperti pemblokiran atau pembatasan. Hal itu 'mungkin' perlu dilakukan, tetapi yang utama adalah pengembangan SDM.

(Fahrudin Mualim)

Komunitas Internet Sahabat Anak Gelar Workshop Parental Control

Ketua Relawan TIK Nasional, Indriyatno Banyumurti saat mengisi Workshop “Parental Control dan Tips Memblokir Konten Negatif” yang diadakan Komunitas Internet Sahabat Anak (KISA), Sabtu (19/3/2016)
Upaya mengampanyekan internet sehat terus digalakkan Komunitas Internet Sahabat Anak (KISA). Bertempat di Perpustakaan Umum Kota Depok, komunitas yang bergerak di bidang literasi media digital ini mengadakan workshopParental Control dan Tips Memblokir Konten Negatif”, Sabtu (19/3/2016).

Founder Komunitas Internet Sahabat Anak, Rita Nurlita Setia mengungkapkan, kegiatan workshop ini bertujuan agar orang tua memiliki skill untuk memblokir konten negatif, sehingga mereka lebih tenang ketika anaknya bermain gadget. Lebih lanjut, dirinya mengungkapkan bahwa para orang tua tidak perlu takut bahkan melarang anaknya ketika bermain gadget, tetapi justru memanfaatkan intenet dengan parental control.

"melalui workshop ini kami ingin agar para orang tua dapat mempraktikannya di rumah, sehingga anak-anak mereka dapat berinternet dengan baik," ujar Rita Nurlita.

Pada workshop ini, KISA menghadirkan Ketua Relawan TIK Nasional, Indriyatno Banyumurti. Dalam paparannya, dia mengungkapkan ada lima ancaman yang dihadirkan internet, yakni kurangnya aktivitas fisik, kecanduan internet, cyberbully, privasi, dan pedofil online.

"dari kelima ini, yang paling sering dilupakan orang tua adalah privasi dan pedofil online", kata Banyumurti.

Dirinya mencontohkan, banyak anak-anak yang secara sengaja menampilkan data diri lengkap, seperti nomor telepon. Padahal, dengan menampilkan nomor telepon, justru membuat orang-orang yang tidak bertanggungjawab memanfaatkannya untuk sesuatu yang negatif. Kemudian, dia juga mengajak kepada peserta untuk memilah hal-hal yang perlu dibagikan di media sosial ‘saring sebelum sharing’.

Banyumurti yang juga gemar kuliner ini mengungkapkan, adanya internet bukan sesuatu yang harus dihindari. Sebab, tidak semua internet menimbulkan dampak negatif, justru banyak hal yang bisa dimanfaatkan dengan adanya internet. Selain bahaya internet terhadap anak, dia juga memberikan beberapa tips mengenai cara memblokir konten negatif, mulai dari memperkenalkan aplikasi digital parenting hingga praktik secara langsung.

Para peserta terlihat antusias mengikuti workshop ini. Hal tersebut dapat dilihat dengan hadirnya bukan hanya para ibu, melainkan juga ayah dan remaja. Bahkan, salah seorang peserta berharap agar kegiatan workshop tersebut tidak hanya berhenti sampai di sini.


(Fahrudin Mualim)

Rabu, 16 Maret 2016

Kampanyekan Internet Sehat, KISA Hadir di SMP 1 Depok

Manager Event KISA, Tania Caesari Takalissa, saat mensosialisasikan tentang pemanfaatan internet sehat kepada pelajar di SMPN 1 Depok, Senin (14/3/2016).
Komunitas Internet Sahabat Anak (KISA) yang selama ini aktif dalam gerakan internet sehat, melakukan kunjungan dan mensosialisasikan tentang pemanfaatan internet sehat kepada pelajar di SMPN 1 Depok, Senin (14/3/2016).

Dalam kesempatan tersebut, manager event KISA, Tania Caesari Takalissa, menjadi pemateri dengan didampingi oleh tim Mobile Community Access Point (MCAP) dari Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Kota Depok. Dalam paparannya, Tania menjelaskan tentang internet sehat sekaligus memperkenalkan kehadiran KISA sebagai sebuah komunitas yang bergerak di bidang literasi media digital untuk anak-anak dan remaja. Tania juga menjelaskan, adanya komunitas ini guna mengurangi dampak buruk internet serta manfaat dari internet bagi anak-anak maupun remaja.

Kegiatan sosialisasi internet sehat ini merupakan salah satu upaya Depok untuk menjadi Smart City. Salah satunya melalui kegiatan MCAP, yakni mobil yang dilengkapi dengan peralatan teknologi informasi, seperti komputer, internet, wireless access point, modem CDMA, dan generator listrik. Selama 100 hari ke depan, MCAP juga akan mengunjungi seluruh SMP se-Kota Depok untuk memperkenalkan cara menggunakan internet secara sehat dan bermanfaat untuk pelajar.

Sementara itu, Rita Nurlita selaku Founder Komunitas Internet Sahabat Anak mengungkapkan bahwa dirinya bersama komunitas yang dipimpinnya akan menyasar ke setiap sekolah guna menyampaikan tentang literasi media digital untuk pelajar.

“Kami ingin memberikan pemahaman dan pengetahuan kepada pelajar tentang cara menggunakan internet secara bijak dan bermanfaat, sehingga para pelajar nantinya bisa memiliki kemampuan sendiri untuk memilih konten yang bermanfaat bagi mereka dan menggunakan internet secara positif," tutur Rita, yang juga penulis buku Terjebak Di Dunia Maya.

Sekadar informasi, selain memberikan sosialisasi terkait internet sehat ke sekolah-sekolah, pada Sabtu (19/3/2016) nanti, KISA juga akan mengadakan workshop tentang "parental control dan tips memblokir konten negatif" dengan menghadirkan pembicara Indriyatno Banyumurti (Ketua Relawan TIK Nasional & PT Chelonind Integrated).


(Fahrudin Mualim)

Senin, 14 Maret 2016

Konten Negatif di Akun Medsos Anak, Bagaimana Sikap Orang Tua

Era digital saat ini, di mana gadget sudah menjadi kebutuhan primer bagi semua kalangan, termasuk anak-anak memberikan dampak yang cukup signifikan. Salah satu dampak negatif yang ada di jejaring sosial adalah banyaknya konten-konten negatif yang akan muncul. Sebetulnya, konten-konten negatif ini muncul bukan hanya karena anak-anak yang tertarik, tetapi bisa juga muncul secara tidak sengaja.

Terkait masalah tersebut, bagaimana sikap orang tua jika mendapati anak menemukan konten negatif di akun media sosial.

Anak yang sudah boleh memiliki akun media sosial, bisa tanpa sengaja terpapar konten pornografi dunia maya. Anak umumnya sudah tahu konten tersebut. Namun, kewbanyakan anak tidak mengatakan kepada orang tuanya. Jika kasus tersebut menimpa, orang tua perlu paham cara penangangannya.

Dilansir dari Republika online, psikolog Ika Putri Dewi, mengatakan ketika menemukan konten dalam akun anak yang tidak diharapkan, sebaiknya orang tua jangan terlalu reaktif dan langsung menduga-duga sesuatu paling buruk, yang bisa dipikirkan anak. Akan tetapi, lebih baik orang tua menanyakan dan mengajak berdiskusi untuk mengetahui apa yang dipikirkan dan cara pandang anak terhadap konten tersebut.

Menurutnya dengan mengajak anak berdiskusi, maka rasanya akan enak, sehingga orang tua bisa tahu apa yang ada di pikiran anak. Hal tersebut lebih baik daripada marah dan menghakimi anak yang justru akan berhenti pada persepsi orang tua.

Jika anak sudah menyebutkan pendapatnya, barulah orang tua menjelaskan bahwa konten tersebut tidak baik, dan tidak sesuai dengan usianya. Kemudian menyuruh anak untuk menghapus konten tersebut, karena konten tersebut tidak ada gunanya. Selain itu, orang tua juga memberitahukan kepada anak bahwa akun mereka bisa diakses siapa saja. Jadi konten tidak baik tersebut pun bisa menulari teman-temannya nanti.

Perlu diketahui, ketika anak membuat kesalahan dan masalah di media sosial, memang ujung-ujungnya orang tua yang disalahkan. Namun, orang tua juga perlu ingat bahwa ada banyak hal baik tentang internet. Jadi orangtua tidak seharusnya khawatir dengan internet untuk anak-anak. Maka dari itu, Komunitas Internet Sahabat Anak (KISA) hadir untuk membantu para orang tua untuk dampak buruk internet.

Yuk berinternet sehat bersama Komunitas Internet Sahabat Anak!

(Fahrudin Mualim)

Rabu, 02 Maret 2016

Menatap Perkembangan Teknologi Informasi untuk Anak

Bicara internet sudah bukan barang baru di telinga kita. Zaman yang semakin maju memunculkan berbagai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Salah satu contoh yang paling nyata adalah perkembangan teknologi informasi. Ketika menulis ini, saya sempat bertanya dalam hati, apakah anak-anak sekarang mengenal istilah telegram. Saya cukup sangsi untuk mengatakan ya. Padahal, jika kita menengok materi pelajaran Bahasa Indonesia dulu, telegram menjadi salah satu materi yang selalu ada dalam pelajaran tersebut. Bahkan bagi para orang tua, mungkin sebagian pernah mempraktekkan langsung ‘sensasi’ menulis telegram. Akan tetapi, jika kita menggunakan istilah ‘pesan singkat’, pasti yang terlintas di pikiran anak-anak adalah SMS (Short Message Service) atau chatting. Hal ini menunjukkan perbedaan cara berkomunikasi (jarak jauh) antara dulu dengan sekarang, tentunya karena perkembangan teknologi informasi yang kian maju. Selain itu, berdasarkan kasus materi tentang telegram, ini membuktikan bahwa perkembangan teknologi informasi juga memengaruhi pembelajaran yang akan diterima anak-anak dalam ruang lingkup pendidikan.

Perkembangan teknologi, dalam hal ini teknologi informasi memang tidak bisa ditolak. Bagaimanapun, berkembangnya teknologi akan memberikan dampak, bukan hanya positif tetapi juga nagatif. Semuanya tentu tergantung bagaimana kita memanfaatkan perkembangan teknologi tersebut. Kembali ke internet, ini juga menjadi salah satu hasil dari perkembangan teknologi. Zaman modern seperti sekarang ini, apapun bisa dilakukan melalui internet, seperti belanja, pesan makanan, bahkan naik ojek pun bisa dilakukan melalui internet. Selanjutnya, melalui internet, sesuatu yang terjadi di negara lain, detik itu juga kita bisa mengetahuinya. Kemudian untuk berkabar dengan orang lain, hanya dengan telepon atau handphone kita bisa langsung saling berkomunikasi seperti tanpa ada jarak, apalagi adanya smartphone yang dilengkapi dengan berbagai fasilitas. Singkatnya, kehadiran internet secara tidak langsung ‘berhasil’ mempermudah aktivitas manusia. Akan tetapi, apakah dari semua kemudahan yang dihadirkan teknologi informasi (internet) tidak memberikan dampak buruk, terutama bagi anak-anak yang notabene masih sangat memerlukan bimbingan dan arahan dari orang tua. Hal ini yang perlu diperhatikan, terutama bagi para orang tua.

Internet untuk Anak, Perlukah?

Pertanyaan tersebut sebetulnya sangat mudah untuk dijawab. Anak perlu internet. Namun pertanyaan selanjutnya, seberapa perlu atau butuh seorang anak terhadap internet. Ini yang menjadi peran orang tua untuk perkembangan anak, terutama dalam berinternet. Terkait efek negatif yang akan ditimbulkan, kita sebagai orang tua tidak bisa begitu saja menjauhkan anak-anak kita dari internet. Justru sebaliknya, hendaknya memperkenalkan internet kepada anak sejak dini sangat perlu dilakukan. Bukan tidak mungkin, ketika kita melarang anak untuk berinternet justru membuat anak semakin penasaran dan mencarinya di luar. Hal ini akan menimbulkan risiko yang lebih besar.

Berbicara internet untuk anak, saya sendiri merasakan kasus yang cukup mengejutkan, dan mungkin ini juga dialami bagi sebagian orang lain. Kasus ini bermula ketika saya tiba-tiba mendapat pesan suara melalui aplikasi WhatsApp yang dikirim oleh keponakan saya, kemudian belakangan dia mulai mengirimkan pesan gambar melalui BBM, padahal usia keponakan saya baru 3 tahun. Saya sempat menanyakan kepada orang tuanya, bagaimana bisa dia melakukan itu. Orang tuanya mengatakan bahwa dia bisa karena sering melihat kakaknya sering menggunakan pesan suara. Bahkan orang tuanya mengatakan bahwa keponakan saya ini bisa dan tahu di mana tempat untuk membuka foto, lagu, atau video. Bagi saya, anak usia 3 tahun memainkan smartphone laiknya orang dewasa sangat mengejutkan. Saya takut, bagaimana jika sewaktu-waktu dia (keponakan) berselancar di dunia maya misalnya youtube, kemudian menemukan konten yang negatif, sedangkan orang tuanya belum memperkenalkan lebih jauh tentang baik dan buruknya internet.

Melalui kasus di atas, sedikitnya saya melihat bahwa internet dan anak bukan lagi sesuatu yang harus ditolak atau dijauhkan, tetapi tidak lantas membebaskan atau membiarkan anak begitu saja untuk berinternet. Sekali lagi peran orang tua menjadi sangat penting dan menjadi PR untuk memastikan bahwa anak-anak berinternet secara sehat dan aman.

Berinternet Secara Sehat

Terkait internet sehat, pegiat ICT Watch, Heru Tjatur, mengatakan bahwa internet sehat selain memiliki dampak positif, internet juga dapat memberi ancaman. Menurut Heru, seperti dilansir dari liputan6.com, mengungkapkan ada empat ancaman di internet, yaitu konten negatif, kecanduan, bullying, dan child predator. Lebih lanjut, Heru mengungkapkan bahwa dari keempat ancaman tersebut, bahaya internet yang agak sulit dihindari adalah konten negatif. Menurutnya, terkadang anak-anak mengakses konten negatif bukan karena mereka tertarik, melainkan terpapar secara tidak sengaja. Artinya, menurut Heru, anak-anak sebetulnya tidak mencari konten negatif, tetapi mungkin pada saat mereka melakukan pencarian, konten negatif itulah yang muncul.

Berdasarkan pemaparan yang disampaikan oleh Heru Tjatur, saya kembali mendapati satu kasus, yaitu tentang seorang ibu yang terkejut, takut, dan bingung ketika mengetahui anaknya yang belum genap 5 tahun telah membuka konten pornografi di youtube melalui handphone sambil memainkan Mr.P-nya.

Menanggapi kasus tersebut, saya coba menanyakan kepada salah seorang guru TK, Retno Widjiastuti. Berdasarkan hasil wawancara tersebut, Retno mengungkapkan bahwa perlu memberi jangka waktu kepada anak-anak untuk tidak memainkan internet atau alat komunikasi. Ia juga mengungkapkan bahwa perlu juga mengajak anak-anak untuk melakukan kegiatan yang banyak menguras tenaga dengan bermain di luar, seperti mulai mengajak anak untuk beribadah. Akan tetapi, jika tetap ingin memainkan handphone atau gadget, orang tua perlu mematikan akses internet terlebih dahulu.

“ketika anak bisa membuka youtube, maka pengawasan dari orang tua yang kurang. Mungkin ada orang lain yang kebetulan habis buka film jorok itu dan masih ada di riwayat pencarian,” ujar Retno.

Kalau sudah terlanjur terjadi, orang tua harus memberi peringatan bahwa itu bukan tontonan mereka. Dirinya mengungkapkan bahwa pihak sekolah (TK) sebelumnya sudah mengajarkan seks sejak dini. Mereka (anak-anak) dikenalkan dengan bentuk tubuh manusia melalui boneka yang hampir real dengan bentuknya (ada alat kelamin dan bagian-bagian intim lainnya). Selain itu, mereka diberi tahu bahwa ada bagian yang tidak boleh dipegang oleh lawan jenis atau orang yang tidak dikenal selain orang tua, seperti Mr. P, Mr. V, pantat, dan lainnya.

Tanggapan lain berasal dari Founder Komunitas Interenet Sahabat Anak (KISA), Rita Nurlita Setia. Menurutnya, pendampingan orang tua saat anak menggunakan gadget sangat perlu dilakukan, terutama mengajak berdiskusi saat anak tak sengaja membuka situs kekerasan atau pornografi.

“Terkadang kita tidak bisa setiap detik berada di samping anak-anak, karena itu anak-anak perlu diberikan literasi media. Sejak kecil, perkenalkan pada mereka mana konten aman, hati-hati, dan berbahaya,” kata Rita yang baru saja meluncurkan novel serial anak “Terjebak di Dunia Maya”.


(Fahrudin Mualim, pemerhati publik)